Mengenal Tarekat


Apa itu Tarekat?

Pernahkah mas mba mendengar istilah tarekat?
Bagi kebanyakan orang yang sudah akrab dengan dunia religius pasti pernah mendengarnya, memang sebutan tarekat agak kental dengan dunia sufi yang mistis. Banyak yang beranggapan bahwa tarekat adalah ajaran yang menyimpang dari syariat islam karena sarat dengan dunia klenik.


Tarekat dapat didefinisikan sebagai jalan pemantapan ruhani dalam islam, berbeda dengan syariat yang lebih menekankan tindakan yang sesuai dengan tuntunan hukum islam. Lebih tepatnya tarekat adalah ajaran sufi dalam arti sempit.

Tujuan orang menempuh jalan tarekat biasanya muncul setelah ia menempuh jalan sufi (tasawuf) melalui penyucian hati. Pada praktiknya, tasawuf merupakan adopsi ketat dari prinsip syariat yaitu mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Dalam pelaksanaannya murid Tarekat  mendapat bimbingan oleh seorang Mursyid. Agak kurang pas memang jika dalam pelaksanaan syariat masih kurang namun langsung menempuh jalan tarekat.

Banyak fakta yang menunjukkan pada dasarnya orang hidup didunia semua akan menuju jalan yang sama yaitu ahirat. Setiap orang pasti mempunyai pilihan untuk menuju jalan ahirat sesuai dengan keyakinannya. Tarekat membawa ide ini, yang mana kata Tarekat berasal dari kata thariq yang mempunyai arti “jalan”.

Berbeda dengan syari’at yang berasal dari kata syar’ yang berarti “jalan lurus”, Tarekat mempunyai makna lebih spesifik. Umpanya syari’at adalah jalan raya yang lebar, lurus dan bermakna umum maka Tarekat  adalah jalan yang lebih kecil dan lebih khusus arahnya.

Syari’at adalah jalan umum yang harus dilalui semua umat islam guna menacapai tujuan yang bersifat umum, misalnya bahagia dunia akhirat. Tujuan yang bersifat umum dapat di capai oleh semua orang, namun untuk tujuan tertentu dalam arti mencapai ridho Allah dengan jalan khusus, dibutuhkan jalan khusus pula yang membimbing seseorang ketempat khusus yang di dambakannya. Dan yang pastinya seseorang tersebut telah mendalami betul syari’at sebagai dasar mengenali medan yang ditempuh.

Lalu apakah memang jalan Tarekat dibutuhkan?

 Berdasarkan definisi keilmuan syari’at, orang kaya dan berilmu lebih berpeluang untuk masuk surga karena mereka mempunyai “alat” dan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka tahu bagaimana membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada yang membutuhkan. Lebih jelasnya potensi untuk memperbanyak amal jariyah lebih terbuka bagi orang kaya. Seperti kita tahu bahwa amal jariyah pahalanya tidak terputus walaupun ahlinya sudah tiada.

Disisi lain orang awam dan tak berkecukupan belum tentu mampu beramal seperti yang digambarkan diatas. Salah satunya mereka tidak bisa memperoleh pengetahuan yang sama dengan orang kaya. Disinilah peran Tarekat dalam membantu mereka dengan pengetahuan dan meteri yang minim, asalkan mematuhi ajaran sang Mursyid, mereka berpeluang sama dengan sebagian orang kaya dan berilmu.

Hal lain yang dapat diperoleh dari pengamalan Tarekat adalah menggapai ridho Allah, yang mana jika ridho Allah telah diperoleh, maka akan tersibaklah ilmu hakikat yaitu kebenaran ilahiyah, meskipun tidak selalu berahir demikian.

Pencapaian kebenaran itu disebut dengan Ma’rifat. Ma’rifat adalah mengetahui hakekat, esensi dari kebenaran ilahi. Hakekat hanya bisa diraih dengan jalan penyucian hati atau tasawuf.

Bagi kebanyakan orang menempuh jalan tasawuf lebih leluasa jika mengikuti golongan Tarekat tertentu, sebab cara pendekatan sang Mursyidtentulah berbeda-beda. Apapun jalan yang dipilih seseorang dalam Tarekat  tentulah harus didasari dengan syarat pelaksanaan syari’at terlebih dahulu.

Sebagaimana tidak semua muslim menjalankan penuh syari’at, dan tidak semua yang menjalankan syari’at ingin mengamalkan Tarekat. Selanjutnya tidak semua muslim yang mengamalkan Tarekat akan mencapai martabat Hakikat dan Ma’rifat. Semua tergantung tingkat pelaksanaan dan pemahaman masing-masing.

Sejauh ini hanya para waliyulloh lah yang dapat mencapai derajat Ma'rifat, karena kesucian hati mereka dan terlepas dari belenggu keduniawian.

*disadur dari buku karya Dr. Muhaimin Ag ; Islam dalam bingkai Budaya Lokal potret dari Cirebon

Postingan terkait: