Jalan Yang Lurus



Hujan rintik sore itu menyambut para santri di pelataran gedung madrasah yang sudah usang, setelah mengikuti pelajaran yang cukup menguras energi, tiada lain kalau bukan ilmu shorof. Suara bel tanda pulang agaknya sedikit membawa angin segar bagi saya.




Saat melintas di depan gedung kantor sekretatiat pesantren tampak kang mahfudz yang sedang duduk sambil ngopi melambaikan tangan tanda mengajak masuk. Kang mahfudz adalah lurah pondok yang terkenal ramah kepada seluruh santri, tidak pandang senior atau junior. pembawaannya yang kalem dan penuh senyum membuat para santri tidak sungkan untuk bercengkrama dengan beliau.

Setelah bercerita ngalor ngidul sambil mendengarkan gurauan kang mahfudz yang khas, tiba-tiba kami di kagetkan dengan suara bising mirip mobil sport yang sedang beraksi di lintasan balap, brum... brum...
ternyata yang keluar dari mobil itu adalah salah satu putra kyai pengasuh pesantren, namanya abdul manan biasa di panggil gus dul.

Melihat gus yang satu ini sungguh diluar wajarnya gus-gus lain. Bagaimana tidak, penampilannya yang funky (gaul) istilah zaman sekarang. Rambutnya pirang kaya bule, pakaiannya style kaya artis. Bagi orang awam yang belum kenal tidak akan menyangka beliau adalah putra kyai pengasuh pesantren.

Seperti saya waktu itu, saya juga menilai beliau tidak sepantasnya berpenampilan seperti itu, harus bisa menjadi panutan para santri, begitu pikirku. Dan iseng-iseng saya ngomong sama kang mahfudz

" kang.. ko putranya kyai kelakuannya kaya gitu yah.."  tanyaku polos

" emang kelakuan kaya apa to dik.." tanya balik kang mahfudz

" moso anaknya kyai rambutnya disemir kaya preman begitu kang, kalau naik mobil juga suka ngegas kaya di sirkuit " jawabku

Dengan senyum simpul dan penuh kesabaran kang mahfudz menjelaskan

" mbok ya jangan memandang seperti itu, kita sama beliau beda jauh, beliau berperilaku seperti itu sah-sah saja lha wong ada bapaknya yang selalu mendoakan biar nanti jadi anak yang berguna, ditambah lagi banyak dari santri-santri bapaknya yang sehabis sholat mendoakan beliau dan segenap keluarganya. "

Kang mahfudz diam sejenak, di sruputlah secangkir kopi dihadapannya dan kembali menjelaskan

"lha... kita? Kita iki anake sopo....?"
Kalau ngga kita sendiri yang berusaha menjadi baik terus mau ngandelin doanya siapa?
Kalau putranya kyai ya suatu saat tetep jadi kyai meneruskan perjuangan bapaknya, kalau kita...?

" Ow..." jawabku mangguk-mangguk

" dan ingat...  gus dul juga mungkin lagi mencari jalan lurus sesuai caranya, kan cara orang beda-beda dalam mencari petunjuk gusti alloh.." kang mahfudz kembali menjelaskan

"Maksudnya kang...." tanyaku

" gini lho... setiap orang berpotensi melakukan kekeliruan, karena hati mudah berubah. Kadang niatnya lurus kadang juga melenceng. jadi ahir perjalanan seseorang tidak bisa dinilai pada permulaan." Jelas kang mahfudz

" belum mudeng aku kang..." tanyaku lagi

" hmmm.... kamu sholat ngga ? Tanya kang mahfudz kepadaku

" ya iyalah..." jawabku mantap

"  nah pasti kamu membaca ayat "ihdinaa shirothol mustaqiem" tho..?" Tanya kang mahfudz lagi

" nah artinya secara tidak langsung kita mengakui bahwa kita bisa saja melenceng dari jalan yang sesuai dengan tuntunan allah, sehingga dalam sholat kita diajarkan untuk selalu meminta petunjuk allah dalam menapaki jalan kehidupan agar tidak meleset sesuai tuntunanNYA" jelasnya panjang lebar

" lha wong kamu sendiri masih minta petunjuk jalan kok ya.. moso mau menilai jalan orang lain salah sementara jalanmu merasa paling benar ? Kan ngga adil tho..." ucapnya disertai senyum yang mengembang

" wah iya yah kang.... saiki wis maksud aku.." ucapku

"jadi kesimpulannya jangan menilai orang salah jalan, jika kita sendiri belum tentu berpijak pada jalan yang lurus..." aku menimpali dengan antusias

" ya... ngono kui.." jawab kang mahfudz



Wallahu a'lam

BACA JUGA :




Postingan terkait: