Buah Tamak


Entah kenapa kalau ingat hewan yang satu ini, pasti saya teringat cerita masa lalu yang sedikit banyak mengingatkan saya secara pribadi bahwa buah ketamakan akan mengantantarkan diri dalam kesengsaraan.





***

Bagi yang sudah pernah mondok, pasti sudah pernah tuh ngrasain bagaimana susahnya makan enak. Seminggu sekali pun jarang, paling kalau baru dapat kiriman uang jajan dari orang tua itupun paling bertahan 3 hari, setelah itu ya... dadah...

Sore itu kami bertiga mempunyai ide untuk nyari belut di sawah, berhubung sudah lama ngga makan enak dan kebetulan sudah lama pula belum dapat kiriman. Tapi sialnya aliran air bersih berjalan lancar. Kebetulan waktu itu saya menjadi kepala pengairan di asrama pesantren, jadi kalau aliran macet saya bisa dapat dobel bonus. Pertama saya bisa mbolos kegiatan pondok yang kedua saya bisa nyari belut buat lauk makan malam dan esok pagi.

Ahirnya muncul ide jahat dari kami bertiga, satu diantara kami memutus saluran air, satunya lagi menyebarkan isu kalau air macet, nah saya yang kebagian lapor lurah pondok untuk segera mengeksekusi tugas (Biar dikira berdedikasi). Dan rencana pun berjalan lancar. Siap laksanakan !!! teriak kami bertiga, "bakal makan enak nih" begitu pikiran kami.

Setelah menyiapkan segala sesuatunya, ndilalah nyari pisau buat berburu belut susahnya bukan kepalang. Mungkin kelasnya "bandit kelas coro" kali yah, karena terburu-buru takut ketahuan ahirnya kami berangkat dengan alat ala kadarnya. Mungkin juga karena terlalu semangat karena bayangan makan enak sudah didepan mata.

Sesampainya di sawah firasat buruk mulai menunjukan gelagatnya. Biasanya banyak terdapat banyak belut bersliweran, malam itu ngga ada yang mongol. Kami sudah mondar-mandir selama satu jam baru dapat 2 ekor saja. Hmmm...

Dalam hati saya berucap mungkin ini "affat" karena membohongi para santri lainnya. Biasanya mereka bisa berwudhu dengan leluasa, malam itu harus "ngangsu" ke sumur tetangga pondok. Ahirnya kami putuskan untuk menyudahi perburuan itu. segera kamu bergegas menuju tempat dimana saluran air yang tadi di lepas. Setelah semua terpasang rapi, kami pulang dengan tangan hampa.

Belum cukup derita kami, bayangan makan enak mungkin sudah lenyap bersama kawanan kabut malam itu, dan kini masalah besarpun sudah menanti. Yah.. ternyata eh ternyata air macet beneran..
nah loo...??? 

Kami bertiga saling berpandangan heran, kok bisa. Mau tidak mau kami selusuri seluruh saluran hingga kehilir di bawah bukit yang menjulang tinggi jauh di belakang asrama. Keberuntungan mungkin sudah menjauh dari kami malam itu, sudah bolak balik di cek tetep saja tidak ketemu dimana masalah saluran air itu. Lagi-lagi kami berfikir itu karena "kualat" sudah mengerjai para santri dan dewan kyai. Namun tugas harus tetap di lakukan sebagai pertanggung jawaban.

Sampai jam 12 malam, masalah belum juga mendapat jalan keluar, air tetap saja belum mengalir. ahirnya kami dengan penuh penyesalan meminta maaf kepada dewan kyai karena ketamakan kami. Dan kami berjanji setelah sholat subuh kami lanjutkan pekerjaan itu.


***

Pagi itu udara pegunungan dingin menusuk hingga tulang sumsum. Sebenarnya berat hati untuk berangkat namun janji adalah janji. Dengan penuh tekad menebus kesalahan, kami bertiga menembus pekatnya kabut pagi itu. kulihat banyak santri yang manyun karena susah berwudhu dan mandi. Dalam hatiku tambah mengutuk kepicikan pikiranku, kok bisa ngga terfikirkan jika semuanya akan menyusahkan banyak orang.

Setelah menganalisa dengan seksama dan di barengi doa, ahirnya pangkal masalah ditemukan. namun tempatnya susah dijangkau karena kebocoran pipa air berada di dalam tanah. mau tidak mau harus minta bantuan petani sekitar tempat itu. Dan alhamdulilah bisa dieksekusi tanpa halangan apapun.

Sesampainya di asrama kami melihat para santri sorak sorai kegirangan melihat air kembali mengalir. kami hanya tersenyum kecut mengingat itu semua adalah ulah kami.

Quote : Janganlah karena ambisi pribadimu, orang lain harus ikut menanggung sengsara atas ketamakanmu.


BACA JUGA:


Postingan terkait: