Asuransi ala kyai Dul

asuransi ala kyai dul
KH.Abdul Aziz dan Ki Entus Susmono

Nama sebenarnya adalah KH. Abdul Aziz Syahmarie, pengasuh pondok pesantren Mislahul Muta'allimin Karang tengah warungpring Pemalang. Dulu ketika penulis masih di asuh beliau, pernah suatu waktu putri sulung beliau meminta pendapat kepadanya. Pada saat itu putri beliau berniat mendaftarkan anaknya (cucu kyai Dul ) dalam polis asuransi lebih tepatnya asuransi pendidikan. Tapi jawaban kyai Dul sungguh diluar dugaan, bahkan malah sulit dimengerti bagi penulis waktu itu.


    " Aku iki nyekolahke anak-anakku tekan ana sing dadi dokter, kabeh yo dadi sarjana apa iya nganggo asuransi..? Aku iki yo asuransine langsung karo gusti allah."

( saya ini menyelolahkan anak-anakku sampai ada yang jadi dokter, semua juga sarjana, apa saya ikut asuransi? Saya ini asuransinya langsung kepada Allah).

Dan tanpa babibu putri beliau pun mengangguk tanda faham dengan maksud beliau. Penulis yang masih blo'on tentu tidak begitu memahami apa dan bagaimana yang maksud. Wong asuransi saja belum kenal?

Nah setelah kurang lebih sepuluh tahun berlalu kini maksud jawaban dari dawuhnya beliau agaknya dapat di pahami, tentunya dengan pemahaman penulis yang masih dangkal.

Asuransi dewasa lagi ngehits banget, dari yang kelas atas sampai bawah seperti BPJS. Berkembangnya pemikiran masyarakat yang modern dengan semboyan "sedia payung sebelum hujan" agaknya tidak di pahami secara menyeluruh. Akibatnya pengusaha yang pandai melihat peluang tidak tinggal diam. Dengan dalih menjadikan asuransi sebagai "perlindungan", baik itu perlindungan jiwa, properti maupun pendidikan.

Apakah Asuransi Benar Melindungi ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perlindungan berasal dari kata lindung yang berarti menempatkan diri di bawah (dalam/samping) supaya terhindar dari sesuatu.

Pada kenyataannya tidak demikian, asuransi bisa melindungi setelah insiden terjadi, bukankah kita berlindung agar "insiden" itu tidak terjadi atau minimalnya tidak serius? Dan jauh-jauh hari kita sudah harus membayar premi sesuai dengan peraturan.

Jadi menurut hemat penulis, dengan mengikuti asuransi seakan kita sudah merencanakan "insiden" itu sendiri. secara pribadi saya menghargai orang yang sudah punya asuransi karena pemikiran orang tentu berbeda satu sama lain, tapi harus ada pemikiran lain yang menjadi penyeimbang.

BACA JUGA : Nasehat Gus Dudien Pemalang

kesimpulan penulis, mengikuti asuransi yang disarankan oleh agama adalah asuransikan semuanya kepada yang maha berkehendak. Tentu dengan sesuai peraturan yang berlaku. Masa berlindung dengan asuransi  (yang sejatinya mereka meminjam uang kita untuk bisnis mereka) kita mau mengikuti peraturan, asuransi kepada Allah yang notabene pemilik segala kehidupan maunya sekarepe dewek ?

" Barang siapa yang beriman kepada Allah maka akan diberikan jalan keluar dari arah yang tak di sangka-sangka" 

Begitulah kira-kira arti teks keagamaan yang saya baca. Iman yang seperti apa yang menjadi jaminan mengingat zaman sekarang banyak yang mengaku beriman tapi hanya sebatas lisan. adalah orang-orang yang percaya dengan perkara ghoib dan melaksanakan sholat serta menginfakkan sebagian dari rizkinya (QS:02:03).

pada ayat diatas penulis lebih menekankan pada ahir ayat tersebut. Dimana salah satu kewajiban kita adalah berbagi rizki yang telah dikaruniakan kepada sesama, terlebih kerabat bahkan lebih utama lagi orang tua kita sendiri. Banyak literatur baik dari hadits nabi ataupun ulasan para ulama terkemuka tentang fadilahnya berbagi (sodaqoh).

Dan yang paling penting adalah berkesinambungan. Jadi lebih jelasnya lagi asuransi kepada Allah lebih bermanfaat karena disatu sisi kita menjalankan perintahNYA, disisi lain kita memberi sedikit kebahagiaan pada sanak saudara terlebih orang tua kita.

Maka jelaslah maksud dari penjelasan Kyai Dul, iman, islam dan ikhsan serta istiqomah adalah modal kita dalam mengasuransikan semua keperluan kita kepada Allah SWT.

wallahu a'lam.




Postingan terkait: