Mengenal MLA : Perjanjian yang meringankan Jessica Wongso

kompas.com


Masih ingatkan kasus kopi bersianida yang berita persidangannya heboh seantero Nusantara ini?

Memang sih sisi baiknya yaitu masarakat dapat pembelajara  tata hukum secara gratis lewat  tayangan-tayangan persidangan yang di gelar beberapa stasiun televisi swasta, cerita ini  menjadi menarik karena drama pembunuhan yang misterius seperti cerita dalam serial komik jepang “detektif Conan”.


Bagi yang aktif mengikuti tayangan persidangan tersebut, mungkin bertanya-tanya kenapa Jaksa hanya menuntut hukuman 20 tahun penjara, padahal hukuman pembunuhan bisa saja seumur hidup?
Atau kenapa Jaksa tidak menuntut Jessica dengan hukuman mati karena jika terbukti pembunuhan berencana sesuai dengan keyakinan jaksa?

Jawabannya ada pada surat perjanjian MLA ( Mutual Legal Assistance ). MLA adalah surat perjanjian yang di tandatangai Indonesia dan Australia pada tahun 1995. Perjanjian ini yang menyebabkan Jessica tidak terkena hukuman berat berupa hukuman mati, karena Jessica termasuk permanent resident (warga tetap) di Australia, sehingga pemerintah Australia mempunyai hak moral untuk melindunginya.

MLA memungkinkan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Australia dalam menyelesaikan masalah criminal yang terjadi di wilayah kedaulatan masing-masing Negara. Dengan adanya MLA, baik Indonesia maupun Australia dapat meminta atau member bantuan-bantuan dalam persoalan kriminalitas.

Bentuk bantuan-bantuan itu dapat berupa pengambilan barang bukti, pencarian dan penggeledahan, penjadwalan saksi mata maupun pembantu dalam investigasi sebuah kasus, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Sehubungan dengan adanya perjanjian MLA tersebut, Indonesia dan Australia terikat dalam perjanjian internasional untuk menyediakan bantuan-bantuan seperti diatas. Dalam hal ini Australia bersedia membantu dengan syarat Jesika tidak di tuntut hukuman mati karena di Australia tidak menerapkan hukuman tersebut.

MLA tidak berlaku jika kedua belah pihak meminta bantuan yang terkait dengan urusan politik dan militer. Bantuan juga bisa ditolak jika digunankan untuk mengeksekusi seseorang karena ras, jenis kelamin, agama, kewarganegaraan serta protes politik. Negara juga berhak menolak jika bantuan tersebut berpotensi mengganggu kedaulatan dan keamanan Negara serta kepentingan nasional.
Pemerintah Indonesia, melalui Menkumham Yasonna Laoly menyebutkan bahwa pemerintah Australia memberi syarat kepada Indonesia melalui mekanisme MLA berkaitan dengan kasus kematian Mirna. Syarat itu adalah bahwa pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa Jessica tidak dihukum mati.

Menkumham menyebutkan bahwa pengadilan perlu mencari bukti hingga ke Kepolisian Federal Australia guna menelusuri kehidupan terdakwa selama di Australia. Oleh karena itu pemerintah wajib menghargai permintaan pemerintah Australia.


Sumber: IDNtimes



Postingan terkait: